Translate

Monday 23 November 2015

Panti, Sadarkan Diri akan Hidup ini

Setiap nafasmu adalah hidupku, setiap pengorbananmu adalah perjalananku, setiap tangismu adalah sakitku. Ibu, perjuanganmu saat melahirkanku tak bisa kubalas meskipun digantikan oleh langit  dan bumi seiisinya. Ibu jasamu  sangat besar bahkan tak ternilai dan tak akan pernah hilang meski dimakan oleh waktu. Terimakasih, engkau telah melahirkanku di dunia ini, mengajari dan mengenalkanku banyak hal. Aku masih ingat ketika waktu kecil sering merengek minta digendong, meminta ini dan itu harus dituruti dan yang membuatmu sakit ketika engkau menyuruhku dan aku malah bilang "ah atau nanti". Maafkan Aku Mamak.
Minggu  22 Otober 2015, Aku bersama teman-teman Penerima Manfaat Beastudi ETOS Malang Angkatan 2014 diberikan kesempatan untuk mengunjungi salah satu Panti Lansia di Kota Malang, Panti itu bernama Al-Ishlah. Kami berangkat pukul 07.00 WIB dari asrama dan berkumpul di Gazebo FKH UB. Pukul 07.45 kami mulai meninggalkan Universitas Brawijaya, menuju salah satu desa kecil di Kecamatan Blimbing Malang. Tempat dimana Beliau-beliau dirawat di panti lansia. Sepanjang perjalanan disela sendagurau bersama teman-teman, yang aku bayangkan hanya buyutku dulu yang susah diatur, masih sibuk bekerja membersihkan rumput depan rumah, sampai-sampai pas beliau pergi ke Sungai pernah diseruduk oleh Sapi gila. Pikiranku Cuma ingin pulang kangen mamak yang setia menungguku dirumah, yang selalu menanyakan kabarku setiap nelfon, yang selalu berpesan untuk menjaga diri, sholat dan makan. Iya, karena sekarang kenyataannya aku memang jauh dengan orang tuaku. Tinggal di kota perantaun jauh dengan sanak keluarga. Meskipun begitu satu hal yang aku ingat aku harus benar-benar niat menuntut ilmu dan suatu saat nanti harus bisa menghajikan kedua orang tua dengan jerih payahku.
Perjalanan begitu cepat 15 menit kemudian kami sampai pada perputaran jalan pesawat dan lanjut menuju kecamatan Blimbing. Teman-teman sudah mulai sibuk dengan Hpnya sendiri, ada yang bercerita bab sulam tas menggunakan benang wol, dan ada juga yang cerita tentang kehidupan kampusnya. Hah,, Aku bersyukur bisa bertemu dengan teman-teman Etoser malang karena mayoritas latar belakang kami sama berasal dari keluarga sederhana. Susah payah aku meloby Mamak dan Bapakku agar bisa kuliah di Universitas Negeri. Namun kenyataannya beliau memang tidak punya cukup uang untuk menguliahkanku, membiayai biaya hidupku di kota perantauan, dan membayar kost selama setahunnya. Namun suatu ketika, ada seminar motivasi di SMA dimana beliau bercerita bahwa beliaupun bersal dari keluargayang kurang mampu hingga akhirnya beliau bisa kuliah gratis, pergi keluar negeri pernah mendapatkan IP 4 dan sekarang bekerja di salah satu perusaan terbesar di Indonesia dan yang lebih WAW beliau berasal dari kota sama bahkan satu desa yang sama. Sejak saat itulah Aku harus bisa, harus bisa minimal sama seperti Beliau. Akhirnya aku memberanikan diri untuk mengikuti berbagai event, mulai dari Try out UTUL UGM di SMAN 2 Pati, Simulasi SBMPTN di Solo, ETOS EXPO di Universitas Diponegoro sampai dengan aku mengikuti seleksi Beastudi Etos di Semarang.
Tak terasa sudah sampai di depan Panti Lansia Al Ishlah, saat turun dari Angkutan Umum Aku melihat 2 nenek yang sedang berjemur menggunakan kursi roda ditengah terik matahari, satu nenek lagi datang menghampiri kami namanya nenek yuli, beliau sampai sekarang belum menikah namun wajahnya sangat ceria. Beliau salah satu nenek yang masih sehat di panti tersebut. Setelah bersalaman dengan nenek yuli, aku menghampiri dua nenek yang berada di kursi roda tersebut. Terlihat raut wajahnya yang senang, mungkin Beliau sangat merindukan kasih sayang dari anaknya. Saat perawatnya bilang “nek, ayo masuk. Sampean nggak kepanasan ta dari tadi berjemur terus? Aku aja kepanasan”. Dalam hati aku Cuma tersenyum atas tingkahnya, semua terbayang pada buyutku yang selalu enggan jika disuruh istirahat, maunya membersihkan rumput depan rumahnya terus. Ketika itu pukul 09.00 kami berkumpul di Mushola panti, sharing bersama Bapak Nur salah satu perawat dan pengelola panti Al-Ishlah.Beliau menceritakan bagaimana awal berdirinya Panti Al Ishlah sampai pada cerita bagaimana nenek itu ditelantarkan oleh anak-anaknya. Dari anaknya yang enggan merawat orang tuanya karena rumahnya bau pesing, anaknya yang sibuk mengurus pekerjaannya, anaknya yang pergi keluar negeri, dan masih banyak yang lainnya.
Aku terkesan pada salah satu nenek disana, dulu beliau adalah pegawai negeri sipil. Anaknya ingin dikuliahkannya tetapi tidak mau dan memilih menjadi seorang istri. Beliau sekarang kakinya bengkak entah sakit apa aku lupa, Saat ditanya kegiatan nenek tersebut setiap harinya ngapain beliau menjawab bahwa disini setiap selesai sholat maghrib sedikitnya harus membaca Al- Quran minimal dua halaman. “Dua halaman itu sedikit dek” kata Beliau. Ya Allah, nenek ini saja mempunyai semangat untuk Beribadah kepadaMu, mengapa hambamu ini terkadang pembinaan pagi masih enggan-engganan, masih ngantuk , terkadang tak bersemangat. Bagaimana bisa aku menjalankan amanah di luar sana jika aku tak dekat denganMu Ya Rabb. Ampunilah Aku.
Masih bersama dengan nenek ini yang berasal dari Pasuruan beliau menceritakan hidupnya bahwa nanti saat mempunyai pasangan hidup itu harus saling mengerti, memahami, dan memiliki. Beliau bilang “Anak saya, saya larang pacaran diluar rumahkarena tidak ada pengawasan jadi kalau mau pacran harus didalam rumah agar ada pengawasan”, kalau kita mengaca pada prinsip Beliau ini, sekarang masing banyak anak muda yang pacaran sembarangan, padahal Allah  melarang kita untuk pacaran sekedar memandang dengan nafsu saja dilarang karena jatuhnya ke zina mata apalagi orang pacaran yang berpegangan tangan dll yang mengakibatkan kondisi  yang tidak diinginkan.
Kami lanjutkan untuk sekadar saling sapapada nenek-nenk di panti tersebut, ada nenek yang tidak mempunyai mata namun Beliau saat bercerita sangat semangat dan humoris, “Pokoknya dimanapun tempatnya jaga sholat, berteman baik dengan sesama” begitu nasihat terakhirnya sebelum kami pulang. Kebanyakan di tempat tersebut menggunakan kaki roda hanya 2 nenek yang masih sehat dan berjalan masih tegak. Saat kami akan izin untuk pulang ada salah satu nenek yang bilang “ mau pulang ta?” seolah-olah enggan melepaskan kami, begitulah orang tua, sebagaimanapun dia, mereka tetap orang tua kita, tetap orang yang telah melahirkan kita, merawat kita. Sehingga kita sebagai anak selayaknya berbakti kepada orang tua kita. Seperti firma Allah “ Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mere berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (Q.S Al Israa’ 17:24)
Ingat kita bukan siapa-siapa tanpa kedua orang tua kita, maka selayaknya kita harus menghormati dan berbakti kepada Beliau sampai kapanpun karena surga berada ditelapak kakinya. Selama kita masih bernyawa dan hidup bersamanya maka mari bersama-sama untuk menghilangkan kebiasaan kita "ah atau nanti" ketika beliau menasehati dan menyuruh kita melakukan sesuatu. Rawatlah beliau saat beliau sudah tak bisa merawatmu. Sesibuk apapun, tengok dan telfonlah beliau meski untuk sekedar menyapanya saat engkau sedang merantau agar tak cemas hatinya. Jangan menyesal ketika mereka telah dipanggil oleh sang Pencipta Allah SWT. Jangan sia-siakan waktumu. Ingat sekali lagi Ridha Allah adalah Ridha Orang Tua dan Surga berada di telapak kaki Ibu. Terimakasih Mamak. Setiap hembus nafasmu adalah hidupku. J Lets to be a good child and proud have them.